Selasa, 05 Oktober 2010

Apakah cinta pernah benar-benar pergi dan menghilang?

Pagi masih gelap. Rey terbangun. "Mimpi yang sama...."keluhnya. Rey turun dari tempat tidurnya berusaha berdiri dengan keseimbangan yang meningkat dari 5% hingga 95%. Berjalan sedikit gontai menuju kamar mandi. Membuka tutup toilet duduknya dan melepaskan hasrat kecilnya sambil mengingat mimpinya barusan sebelum hilang dan tak mampu dianalisa lagi.

Dalam mimpinya Rey berjalan di kebun bunga yang sangat indah. Barisan tulip dengan warna kuningnya di sebelah kiri dan mawar merah menyala di sebelah kirinya. Bunga Matahari menghias indah tepi pinggir dengan bunganya yang mencuat ke jalan. Di jarak beberapa meter ada pohon rindang besar tapi Rey tidak bisa mengenali pohon itu. Maklum, Rey besar di kota yang sangat sedikit memiliki koleksi pepohonan. Jalan yang ditapakinya dilapisi oleh batuan alam, paras dengan batu koral di pinggirannya, eksotik. Warna hitam alam yang dikandungnya menambah kontras komposisi warna dalam mimpinya (coba Anda ingat-ingat, apakah mimpi Anda berwarna atau hanya hitam dan putih). Dipinggir jalan terdapat bangku taman terbuat dari kayu yang terlihat natural, menyatu dan walaupun berwarna coklat muda tidak menghilangkan kesan kokohnya.


Tiba-tiba Rey ingin duduk di salah satu bangku, menikmati sensasi keindahan ini lebih lama. Ia memilih salah satu kursi yang tepat berada di bawah lampu taman. "Sempurna," pikir Rey. Mengecek kebersihan dan apakah basah oleh air, kemudian Rey menghempaskan dirinya di bangku dekat lampu taman itu. Rey menutup mata, merasakan kesejukan yang merambati kulit tangan, leher dan wajahnya. Pikirannya melayang pada sosok gadis cantik yang selama ini sudah bersamanya. Gadis yang menurutnya layak dicintai. Bagaikan photo slide moment berdua melintas menambah lengkap sensasi Rey. Saat bertemu, saling melempar pandangan mata, hasrat, sentuhan demi sentuhan, kata-kata cinta, rasa rindu yang terkadang menggila. Tanpa disadarinya otot-otot wajahnya meregang, Rey tersenyum, Rey merasakan cinta. Rey membuka matanya, melihat kelilingnya. Bunga terasa semakin merekah dan memamerkan keindahannya.

Di kejauhan tampak seorang anak kecil berjalan dengan seekor anjing yang menurut Rey ukurannya bisa membuat si anak kecil yang memegang tali kendali, terpelanting. Rey memandangi dan tersenyum pada si anak. Yang di pandangi tidak sempat membalas senyum karena sibuk dengan anjing besarnya. Saat melintas di depan Rey, anjing tersebut mendekati Rey, menciuminya. Rey mulai merasa tidak nyaman, bukannya Rey tidak menyukai binatang berkaki empat ini. Hanya saja saat ini bukan saat yang tepat, Ia sedang menikmati sensasinya. Si anak kecil melihat dengan cemas dan berusaha menarik si anjing "Come on black. Let's go," ajak si anak kecil. Si Black menggerakkan badannya dan mengarahkannya ke ujung bangku hendak pergi. Berhenti sejenak, mengangkat kaki dan menyirami ujung bangku dengan air tubuhnya kemudian berlari meninggalkan Rey yang mengumpat  dalam hati "Sialan, dasar nggak pernah makan bangku sekolahan." Rey ingin memarahi si anak kecil yang sudah berlari menjauh. Sengatan bau hajat mulai menyengat hidungnya. Rey resah, rasa tidak nyaman menyerangnya. Tangannya berkeringat. Entah kenapa bunga yang tadinya begitu indah, mulai layu dan mengeluarkan bau busuk dan warna yang kelam seiring dengan semakin resah perasannya. Rey menutup matanya berharap semuanya kembali seperti semula. Berusaha menghadirkan kembali sosok sang dewi cinta. Bukannya kenangan indah yang muncul malah wajah tak bersahabat saat berdebat soal kealpaan mengingat hari ulang tahun, perbedaan pendapat tempat makan siang favorit, dandanan, pakaian yang nggak matching.

Rasa tak nyaman telah menguasai Rey, ia bangkit membuka matanya dan menyapukan pandangan ke sekelilingnya. Muram, pikir Rey. Rey berlari ingin segera menjauh dari suasana ini. Menghilangkan wajah tak bersahabat dari layar pikirannya.  Membuang rasa cintanya. Tapi, saat ingin membuka langkah. Tiba-tiba sebuah cengkeraman dilengan mengangkatnya ke udara. Tubuhnya terasa sangat ringan, melayang di udara yang lapang. Rey melihat ke bawah. Ia melihat bangku yang tadi didudukinya, anehnya...suasananya kembali seperti saat ia pertama kali tiba di taman. Jalanan yang berkilau kehitaman. Warna warni bunga membentuk lukisan alam yang indah di pandang dari atas. Segera Rey ingin kembali ke bawah. Ia meronta sekuat tenaga berusaha melepaskan cengkeraman yang masih membelenggunya. Sentakan demi sentakan dengan satu tujuan lepas dari cengkeraman tak kasat mata. Dan berhasil, Rey merasakan tubuhnya mulai terasa berat dan meluncur ke bawah. "Terlalu cepat...aku akan hancur," pikirnya.  Bumi dan taman di bawahnya seperti mendekatinya, menuju padanya dan Rey terbangun.

Rey merenungi mimpinya yang sama beberapa hari ini. Cinta ditimbulkan rasa atau rasa yang menimbulkan cinta? Apakah cinta begitu rentan...it's so fragile..? Bagaimana menurut Anda?

Sumber gambar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar