Kamis, 22 Agustus 2019

Angin dan Moke Merah

Angin malam ini seperti kemarin berhebus keras. Derunya terdengar resah namun kadang  tertawa bahagia. Orang kampung bertanya akan ada peristiwa apa. Sejak ribuan tahun lalu sudah menjadi kepercayaan bahwa alam selalu memberikan tanda sebelum satu kejadian. Udara dingin juga kembali menyergap tulang rusuk, setelah beberapa hari kemarin pergi.
Seorang ibu paruh baya menarik sarung ikat ke atas hingga menutup kepalanya sambil mengumpat sang suami yang lebih memilih duduk mengitari meja sambil mengangkat seloki moke merah hingga mabuk ketimbang habiskan malam dan memeluknya sampai pagi. Dan hantu bergentayangan merasuki hati yang kosong, pikiran yang hampa, sementara para malaikat menyanyikan lagu pengantar tidur. Anginpun pergi bersama sepi mencari ruang hampa.