Jumat, 26 Agustus 2011

Ipung dan Eko

Ipung meletakkan gagang telepon. "Gimana caranya bisa membuat orang ini berhenti mengeluh,"pikirnya sambil menghempaskan punggung ke sandaran kursi kerjanya. Adalah Eko rekan kerjanya yang sejak pertama kenalan lebih banyak memberikan kesan negative terhadap perusahaan ketimbang hal yang positif. Beberapa kali Ipung sudah mencoba mengalirkan 'energi positif' kepada Eko namun hasilnya bagaikan masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Tangan Ipung meraih Blackberrynya dan mengirimkan pesan BB kepada atasannya mengenai up date kondisi perusahaan. Hari memang sudah semakin senja. Hampir semua rekan kerja sudah meninggalkan meja masing-masing. BBnya bergetar, tanda pesan balasan dari atasannya masuk. Pesannya berbunyi sangat simple namun tegas "Jika sudah tidak satu visi sebaiknya dipertimbangkan untuk di terminate". Ipung seperti tersengat listri, disatu sisi kaget namun ada kegembiraan sedikit disana karena solusi yang di tawarkan. Jempolnya menggeser layar ke atas dan ke bawah untuk membaca pesannya berulang-ulang lagi, sambil memikirkan langkah selanjutnya. 
Sebenarnya langkah ini adalah langkah terakhir dari sekian langkah yang harus dicoba, dilaksanakan untuk mencegahnya terjadi. Betul, visi yang sudah tidak sama bisa diterjemahkan sebagai tidak cocok, tidak ingin membangun impian bersama, ingin mencari tempat lain yang memiliki visi yang sama dan sejenisnya. Atasan Ipung sebagai seorang pengusaha mungkin sudah memiliki banyak pengalaman dimana tidak mungkin terjalin kerja sama yang baik dan saling menguntungkan jika dalam satu organisasi terjadi perbedaan visi sehingga komitmen tidak bisa lagi di jalankan bersama.
Bagaimana dengan sebuah keluarga, sebuah perkawinan ? Bagaimana jika sudah tidak terjadi ketidaksamaan visi antara suami, istri, anak-anak ? Bagimana jika komitmen tidak lagi bisa dijalankan bersama untuk alasan apapun? 
Sama seperti yang Ipung laksanakan langkah terbaik sebenarnya adalah kembali menyamakan visi. Apa yang hendak di capai oleh keluarga seperti pada awal sebuah keluarga di bangun. Dapatkan kesepakatan itu, perjuangkan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana jika itu sudah dilakukan dan tidak pernah berhasil? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah juga berupa pertanyaan ; berapa lama dan seberapa keras hal itu sudah dicoba dan dijalankan? 
(to be continue)

Senin, 11 Juli 2011

Kasih Sepanjang Masa,Hanya Memberi Tak Harap Kembali

Saya sejenak memikirkan cerita Malin Kundang yang dikutuk ibunya. Alasan sang penyampai cerita adalah karena Malin Kundang sudah sangat keterlaluan dan tidak menganggapnya sebagai Ibu. Kemudian saya membandingkannya dengan cerita pada jaman Raja Salomo dimana seorang ibu yang merelakan anaknya agar tidak ‘dibelah’ menjadi dua bagian karena ada wanita lain yang mengakui sebagai ibu dari anak yang diperebutkan. Sementara si wanita lain itu setuju dengan ide sang hakim Agung raja Salomo (yang melakukan triknya dengan sangat baik) untuk ‘membelah’ si bayi menjadi dua bagian.
Kemudian saya membandingkannya lagi dengan lagu Kasih Ibu, kasih ibu kepada beta..tak terhingga sepanjang masa…hanya memberi tak harap kembali …bagai sang surya menyinari dunia.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada saudara-saudara dari ranah Minang, saya mulai bertanya apakah ibu dalam cerita Malin Kundang itu adalah ibu kandung Malin Kundang. Kenapa sebagai ibu kandung beliau tega mengeluarkan sumpah atas anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri, buah kasihnya yang sepanjang masa, kasih yang diberikannya tanpa harap kembali. Walau kemudian sang ibu menyesal dengan kata-katanya sendiri setelah melihat kenyataan apa yang diucapkannya menjadi kenyataan.
Dalam hidup rumah tangga, pasangan kita tentu tidak sehebat ibu atau ayah yang dengan tulus menyayangi. Namun oleh sang waktu cinta yang membara diawal menurut scenario harusnya dirubah menjadi kasih yang tak lekang oleh waktu. Dan bentuk kasih itu akan mendekati kadar kasih dari seorang ibu atau bapak. Sehingga semua bentuk interaksi antara keduanya adalah atas dasar kasih. Emosi yang sangat manusiawi muncul dalam perjalanannya tidak menyebabkan salah seorang di antara pasangan itu sampai hati mengeluarkan sumpah serapah demi kehancuran pasangannya. Apalagi diungkapkan dihadapan pasangannya.
Ibu Malin Kundang mengalami pengkhianatan oleh putranya sendiri. Namun karena satu dan lain hal sumpah serapah keluar dari mulut sang ibu. Kalau boleh saya sarankan jangan jadikan ini sebagai justifikasi Anda untuk melakukannya kepada pasangan Anda. Baik Anda Suami maupun Istri. Buat calon pasangan, Anda harus meyakinkan diri bahwa Anda tidak akan melakukannya kepada pasangan Anda sekalipun Anda mendapatkan perlakuan yang buruk. Jika hidup Anda terancam lebih baik Anda pergi ketimbang bertahan namun Anda menyumpahi untuk kehancuran pasangan Anda. Karena itu tandanya Anda sudah tidak memiliki kasih lagi kepada pasangan Anda dan menginginkan kehancuran pasangan Anda. Terlepas dari apa yang dilakukan pasangan Anda, seburuk apakah itu. Lebih baik Anda mendoakannya tanpa berusaha merubah. Serahkan kepada Tuhan dan terus limpahkan pasangan Anda dengan kasih. Jika tidak terjadi perubahan, Anda berhak untuk mengambil kendali atas hidup Anda dan melakukan evaluasi terhadap komitment, visi dan misi yang ditetapkan pada awal perjalanan bersama pasangan. Evaluasi tindakan-tindakan Anda, introspeksi itu lebih baik dari pada menyerang pasangan Anda terus menerus. Anda berhak untuk hidup lebih baik, Anda berhak untuk mengambil bagian dalam visi dan misi yang baru , menciptakan dunia yang baru.

Sabtu, 12 Maret 2011

Saya selingkuh...

"Saya selingkuh karena saya memilih untuk selingkuh, bukan karena pasangan saya yang jahat, tidak menyenangkan, kurang cocok, membosankan dstnya. Dan jika saya tidak selingkuh, itupun karena saya memilih untuk tidak selingkuh, bukan karena pasangan saya baik hatinya, support, mencintai dan menyayangi saya."

Ipung tersenyum sendiri melihat status fb seorang temannya. "Jujur juga ini orang xixixi...tapi mungkin dia bener" kata Ipung dalam hati. So, its about me, not about someone else. Itu juga salahnya manusia karena dilahirkan sebagai makluk sosial yang butuh bergaul dan dari pergaulan muncul sentuhan, daya tarik baik terhadap sesama jenis maupun lawan jenis. Yang sesama jenis akan menjadi sahabat, yang lawan jenis mungkin menjadi sahabat atau lebih dari sekedar sahabat. Lalu apa hubungannya dengan family sebagai sebuah incorporation ?

Jawabannya adalah komitment. Komitment untuk menjaga cita-cita keluarga menghasilkan output yang sudah di rencanakan. Setiap pasangan harus menyadari pilihan yang terjadi bukan karena pasangan masing-masing. Itu sebuah keputusan yang di ambil, namun keputusan itu tidak boleh mengganggu komitment. Lalu bagaimana dengan perasaan?

Sama seperti cinta yang hilang dan tumbuh sesuai dengan mood kita sebagai manusia. Semuanya akan datang dan pergi. Tetaplah berpegang pada komitment.
Ipung kembali tersenyum sambil membayangkan apa reaksi Mey jika ia share status sahabatnya kepada kekasihnya itu. Good luck yaaa, Pung.

Dan bagaimana reaksi Anda jika Ipung membaginya dengan Anda? :P